Batik Pekalongan - Bagi masyarakat Pekalongan, batik diasosiasikan berasal dari kata ”amba” dan ”titik”. Amba, tuh artinya luasnya kain yang akan dibatik, sedangkan titik sendiri mempunyai arti titik-titik dan garis-garis yang membentuk corak.
Sejak kapan batik ada di Pekalongan, masih simpang siur. Soalnya, kita menerimanya secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Batik mulanya merupakan benda eksklusif, hanya dipakai kalangan kerajaan dan kerabatnya. Baru pada masa Pangeran Diponegoro saat peperangan, batik mulai memasyarakat. Konon, karena para pengawal memakai dan membawa batik serta memperdagangkannya.
Corak batik umumnya dibagi menjadi dua, yakni batik pedalaman dan pesisiran. Contoh batik pedalaman adalah seperti di Yogyakarta dan Solo, sedangkan batik pesisiran contohnya di pantura, ya Pekalongan ini misalnya.
Batik pekalongan pesisiran bisa dibilang lebih ”menyala”. Mengapa? Karena memiliki warna cerah terkait daerah asalnya di pantai. Jadi lebih lekat dengan alam warna-warni.
Batik pedalaman mempunyai warna-warna gelap dengan corak pakem seperti coklat dan hitam. Saat ini, batik pesisiran banyak dicari, terutama anak-anak muda yang suka warna cerah.
Ternyata, motif batik udah ada yang berumur ratusan tahun. Buktinya, salah satu motif udah ada sekitar tahun 1800-1900, bahkan udah pernah nyampe ke Eropa. Motif yang diangkat adalah motif dongeng rakyat Eropa, misalnya Cinderella dan Putri Salju.
Batik pesisiran suka mengadopsi budaya lain, itu karena di pesisir pertemuan dengan dunia luar lebih sering terjadi. Hal ini menjadikan batik pesisiran berkembang lebih dinamis.
Batik ini mempunyai motif beragam, seperti garis-garis yang menyerupai buah-buahan atau flora. Ada juga batik pesisiran yang memadukan beberapa motif seperti jlamprang dengan buketan.
Batik pedalaman tak begitu dinamis. Jadi maklum kalau motifnya itu-itu saja, seperti parang, udan liris, dan sekar jagad. Peminat batik pedalaman kebanyakan kalangan orang tua.
Kota Batik
Mau tau kenapa Pekalongan terkenal sebagai Kota Batik? Ya…itu karena di Pekalongan sebagian besar masyarakatnya menjadikan batik sebagai sumber penghasilan, baik menjadi pengusaha batik, pedagang batik, maupun perajin batik.
Para pengusaha batik di kota ini memiliki ciri khas masing-masing dalam memproduksi batiknya. Hal ini dilakukan agar mereka mampu bertahan dari persaingan pasar.
Banyak kendala yang dihadapi, seperti sulitnya mengimbangi harga bahan baku. Konversi minyak tanah ke gas juga membuat perajin kecil kelimpungan karena harus menyesuaikan diri ke tradisi kompor gas yang mahal.
Problem lainnya adalah soal modal. Industri batik rumahan sulit mengakses lembaga permodalan karena kebanyakan mereka benar-benar rumah tangga biasa yang pas-pasan keuangannya.
Meskipun demikian, Pekalongan tetap eksis dan kreatif. Buktinya, motif-motif baru selalu bermunculan yang selain bagus dan beragam, juga menarik minat pelanggan segala umur.
Mereka ada yang bereksperimen dengan mengombinasikan batik tulis dengan printing atau batik printing dengan cat. Ada juga yang berinovasi dengan bermain warna.
Mereka jagoan dalam menciptakan warna-warna yang berani, tetapi tetap indah. Dijamin enggak nyesel kalau kalian mampir ke Pekalongan!
sumber:kompas
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Post a Comment