Bukannya mau mengurangi peran para bapak. Namun jika mau dihitung secara statistik, mungkin akan lebih banyak jumlah ibu yang menyediakan waktu untuk mengganti popok ketimbang ayah. Nah, karena zaman sekarang para ibu juga harus bekerja, maka kelelahan seorang ibu pun bertambah. Dibanding dulu, wanita karier sekarang pulangnya sampai larut malam. Tiba di rumah sudah sangat lelah.
Akhirnya, popok sekali pakai menjadi semacam hero yang populer untuk membantu mengurangi kelelahan ibu. Enggak salah juga pakai popok macam itu karena ibu jadi tak perlu gonta-ganti celana anak. Yang jadi masalah, popok sekali pakai ini membuat orang tua "terlena" sehingga kebablasan.Ujung-ujungnya, ya, kita jadi lupa melatih si kecil ke kamar mandi di malam hari.
Padahal, kalau mau jujur, popok sekali pakai terasa risih dan tak nyaman, buat anak. Bayangkan, bokong si kecil ditutupi plastik seharian. Panas sekaligus lembab, bukan? Jadi, tak salah juga jika ada yang bilang, popok sekali pakai itu adalah perwujudan dari egoisme orang tua.
Gara-gara kelewat lelah pula, orang tua mungkin jadi tak terbangun ketika malam-malam si kecil terbangun ingin BAK. Alhasil, ia pun mengompol dan menjadikannya sebagai kebiasaan.
Faktor lain yang membuat si kecil susah kering, lagi-lagi berkaitan dengan kemajuan teknologi. Seperti model kasur spring bed yang besar dan berat. Akhirnya, perlak ditaruh di atas sprei, bukan di bawah seperti jaman dulu. Nah, perlak yang terlihat itu, membuat anak tahu, di bawah tubuhnya ada pelindung. Kalau mau pipis, ya, pipis aja.
Peran sprei (bed cover) tidak kalah penting dibandingkan popok. Bed cover itu adalah “penghalang” terakhir sebelum kasur.
www.kompas.com
Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action Sekarang